Target penurunan stunting di Indonesia, yang dikepalai oleh KEMENKO PMK Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, adalah mencapai 14 persen pada tahun 2024. Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI, Syarifah Liza Munira, menyampaikan bahwa hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan penurunan stunting sebesar 2,8% dibandingkan dengan tahun 2021.
"Angka stunting tahun 2022 turun dari 24,4% (tahun 2021) menjadi 21,6% (tahun 2022). Untuk mencapai target 14% di tahun 2024, diperlukan penurunan rata-rata sebesar 3,8% per tahun," kata Liza dalam konferensi pers Hasil SSGI 2022 di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Jumat (27/1).
Liza menjelaskan bahwa survei status gizi ini mengukur status gizi balita, termasuk empat kategori: stunting, overweight, wasting, dan underweight. Selain itu, survei juga mempertimbangkan beberapa faktor penentu terkait.
"Dari keempat angka status gizi tersebut, angka stunting turun sebesar 2,8%, overweight turun 0,3%, sementara wasting dan underweight mengalami peningkatan sedikit, yaitu masing-masing 0,6% dan 0,1%," ujarnya.
Liza juga menyebutkan dua titik yang krusial untuk dilakukan intervensi guna mempercepat penurunan angka stunting, yaitu sebelum lahir dan setelah lahir pada usia 6-11 bulan serta 12-23 bulan.
“Angka stunting saat lahir untuk tahun 2022 sebesar 18,5%. Ini merupakan titik pertama. Kemudian di titik kedua, angka stunting pada kelompok umur 6-11 bulan sebesar 13,7%, yang naik menjadi 22,4% pada kelompok umur 12-23 bulan. Ini adalah peningkatan yang cukup signifikan, sebesar 1,6 kali lipat. Jadi, kedua titik ini sangat penting dan strategis untuk diintervensi," tegas Liza.
Liza menambahkan bahwa intervensi pada titik pertama harus dilakukan pada masa kehamilan atau sebelumnya. Sedangkan untuk titik intervensi kedua, perlu dilakukan saat anak mulai menerima MP-ASI atau makanan tambahan setelah masa ASI eksklusif.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menegaskan bahwa pencegahan stunting yang lebih efektif harus dimulai dari masa kehamilan hingga anak mencapai usia 2 tahun atau 1000 hari pertama kehidupan. Pada masa setelah lahir, yang harus diutamakan adalah pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Hal ini akan membantu mendeteksi dini jika anak mengalami gangguan pertumbuhan.
Menurut Dirjen Endang, gangguan pertumbuhan dimulai dengan weight faltering atau berat badan yang tidak naik sesuai standar.
"Anak-anak yang mengalami weight faltering dapat berkembang menjadi underweight dan kemudian menjadi wasting. Jika ketiga kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan stunting," ungkapnya.
Endang juga menekankan pentingnya memperhatikan masa-masa saat persiapan kehamilan, masa kehamilan, dan periode saat anak-anak membutuhkan ASI eksklusif serta makanan pendamping ASI.
“Karena di situlah masa-masa krusial kita. Kita harus mewaspadai kemungkinan penambahan kasus stunting baru pada masa-masa tersebut. Prevalensi mungkin telah menurun, tetapi kita harus tetap waspada dan meningkatkan upaya di titik-titik yang masih memerlukan perhatian," terang Maria.
bahan Bacaan : https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/dua-fokus-intervensi-penurunan-stunting-untuk-capai-target-14-di-tahun-2024/
Komentar
Posting Komentar