Dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Nia Kusuma Wardhani, M.Psi., Psikolog, telah memberikan pandangan terkait dengan kasus-kasus mutilasi yang telah terjadi di Yogyakarta dan Jombang, Jawa Timur. Kejadian-kejadian pembunuhan yang kejam dan sadis ini mengundang perhatian masyarakat. Tindakan mutilasi, yakni pemotongan organ tubuh, memperlihatkan kekejaman yang lebih ekstrem daripada pembunuhan biasa.
Lebih jauh, perhatian juga tertuju pada fakta bahwa baik korban maupun pelaku dalam kasus-kasus ini umumnya merupakan generasi muda. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa generasi muda saat ini cenderung lebih kejam, mengambil jalan pintas, dan tidak menunjukkan empati? Psikolog Nia Kusuma Wardhani mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan fenomena ini adalah emosi yang masih labil pada generasi muda.
Generasi muda sering kali tidak mampu mengelola emosi mereka, terutama emosi-emosi yang berasal dari pengalaman sakit hati yang terpendam dalam waktu yang lama. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap ketidakmampuan ini meliputi aksi bullying, kurangnya dukungan dari keluarga, dan lingkungan yang mempengaruhi. Pengelolaan emosi sering kali diabaikan, dan orang sering kali tidak memahami perubahan emosi tiba-tiba yang mereka alami.
Pola emosional yang tidak terkendali selama jangka waktu yang panjang, terutama rasa kecewa, dapat menyebabkan akumulasi stres dan tekanan yang bisa meledak dalam tindakan berbahaya dan nekat.
Nia Wardhani menyatakan bahwa pudarnya rasa empati dan munculnya kekejaman pada generasi muda saat ini banyak dipengaruhi oleh media sosial. Ia mengaitkan kasus mutilasi dengan tutorial di YouTube yang menampilkan tindakan-tindakan sadis, termasuk tutorial tentang memotong jenazah atau adegan kekerasan. Jika hal-hal seperti ini menjadi normal dan biasa bagi generasi muda, maka tidak mengherankan jika mereka kehilangan empati dan merasa bahwa perilaku semacam itu adalah hal yang wajar.
Nia juga menyebutkan bahwa iklan-iklan yang mempromosikan akses mudah untuk meminjam uang atau memiliki barang mewah melalui platform Pinjol (Pinjaman Online) juga berkontribusi terhadap fenomena ini. Tekanan untuk memenuhi standar sosial dan memiliki benda-benda mewah seringkali memicu perilaku impulsif yang berpotensi membahayakan.
Untuk mengembangkan empati pada generasi muda dan mencegah mereka menjadi kejam dan tanpa empati, Nia menekankan pentingnya pendidikan nilai-nilai ini di keluarga sejak dini. Anak-anak harus diajari membedakan antara yang benar dan yang salah, serta diberi pengertian tentang nilai penting seperti permintaan maaf, ucapan terima kasih, dan tawaran pertolongan. Dengan mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri, generasi muda bisa menjadi lebih sadar diri dan lebih peka terhadap perasaan orang lain.
Nia juga menyarankan agar orangtua dan pendidik membantu anak-anak untuk memahami bahwa segala tindakan memiliki akibat jangka panjang. Oleh karena itu, pemahaman nilai-nilai agama dan etika juga menjadi penting dalam pembentukan karakter anak-anak. Menurutnya, pendidikan budi pekerti harus diterapkan sejak dini, terutama di tingkat pendidikan dasar, untuk membentuk dasar moral yang kuat dalam generasi muda.
Komentar
Posting Komentar